Sinrilik, Seni Tutur Hikayat Berbahasa Makassar

- 2 Oktober 2023, 21:01 WIB
Budaya Sinrilik
Budaya Sinrilik /d.ysdnt/IST/

INTUISI, MAKASSAR - Sinrilik atau sajak dalam bahasa Makassar adalah pertunjukan seni bertutur masyarakat suku Makassar yang telah ada sejak dahulu. Di dalamnya ada kisah, hikayat atau narasi tertentu yang disampaikan dalam bentuk lantunan irama (dilagukan).

Bentuk narasinya menyerupai puisi atau syair dengan pemilihan dan perpaduan kata-kata yang tepat dan terdapat berulang kali pengulangan-pengulangan lirik.

Pemerhati Budaya Sulsel Hasan Hasyim mengatakan tradisi lisan yang berasal dari Gowa, Sulsel ini berisi cerita kepahlawanan, keagamaan, dan percintaan dan sebagainya.

Kerap kali budaya ini dibawakan oleh seorang passinrilik dengan diiringi oleh musik instrumental dengan gesekan keso-keso (rebab), dimainkan pada siang hari atau malam hari atau tempat terbuka pada waktu-waktu tertentu (perkawinan, syukuran, pesta panen dan lainnya).

Hasan menuturkan pada umumnya sinrilik dilantunkan oleh seorang pria, ada yang diiringi alunan alat musik, bisa pula tidak.

Sebagai seorang passinrilik diharapkan memahami betul narasi yang akan disampaikannya. Bahkan dari mereka menghafalnya di luar kepala sehingga passinrilik sejatinya dituntut mempunyai daya ingat yang kuat dan kemampuan berimprovisasi yang baik.

"Seni sinrilik ini biasanya menuturkan kisah, semangat patriotik, serta hal-hal yang menyangkut kebudayaan manusia. Intinya hampir semua yang dibikin sinrilik itu punya makna dokumentasi apakah sejarah, hikayat, sastra semua dilantunkan melalui tutur," kata Hasan.

Salah satu contohnya, sebut dia, mengenai kisah Maipa Deapati & Datu' Museng itu ada sinriliknya. Yang akan membuat orang mengingat bahwa budaya bangsa ini ternyata lebih dahulu ada dibandingkan budaya Romie dan Juliet.

"Bayangkan mereka sudah bertutur tentang kisah-kisah itu pada zaman lalu. Artinya budaya kita sudah sangat maju. Itulah hebatnya budaya kita," sebutnya.

Bahkan, Hasan menelusuri dari judul-judulnya sinrilik menceritakan tenggelamnya kapal sinrilik. "Artinya ketika itu terjadi maka pelaku sinrilik itu sudah ada. Selain itu bisa berupa fasilitas dakwah, peristiwa dari rasulullah dan penyebaran Islam dari sahabat," ungkapnya.

Salah satu Passinrilik Haeruddin Dg Nassa mengatakan sinrilik merupakan media informasi dan komunikasi yang mana dibuat oleh Raja Gowa ke-10. Pada masa itulah yang pertama kali diperkenalkan ke masyarakat.

Pegiat Budaya ini mengisahkan, ketika raja memperkenalkan sebuah kegiatan maka raja memanggil passinrilik untuk mengumumkan atau menyampaikannya. Begitu pun sebaliknya jika ada sesuatu di masyarakat maka akan dilaporkan ke raja.

"Jadi sinrilik merupakan bentuk tutur lisan olehnya dia juga dikategorikan sebagai sastra lisan dan disampaikan dengan bahasa Makassar" kisahnya.

Ia juga menjelaskan, sinrilik terbagi dalam dua kategori yaitu sinrilik bosi timurung dan sinrilik pakesok-kesok. Sinrilik bosi timurung dalam bahasa Makassar berarti hujan turun yang dilantunkan pada saat keadaan sepi dan orang-orang sedang tertidur lelap.

Narasinya kadang tak panjang; kesedihan, romantisme dan lainnya. Sedangkan sinrilik pakesok-kesok adalah pertunjukan sinrilik yang diiringi alunan alat musik berupa kesok-kesok.

Narasi sinrilik jenis ini cukup panjang dengan tema kisah kehidupan seorang tokoh, sejarah perjuangan, budaya, maupun masalah agama.

Di Ambang Kepunahan

Hasan Hasyim melanjutkan, sinrilik ini merupakan salah satu budaya yang berada di ambang kepunahan. Olehnya harus ada upaya pelestarian karena tradisi itu menyimpan dokumen tutur.

"Itu yang saya lihat peminatnya khusus dari kalangan pemuda tidak terlalu tertarik. Mungkin harus ada program yang perlu digalakkan termasuk menghargai profesi mereka dengan balas jasa terhadap keahliannya. Harus butuh penghargaan karena itu keahlian sehingga sangat dibutuhkan dalam rangka pelestariannya," jelasnya.

Ia menyampaikan tokoh masyarakat, pemerintah, pemerhati budaya harus prihatin dengan kondisi ini. Jangan sampai hilang karena bakal menghilangkan bukti sejarah dari kemajuan suatu peradaban.

Apalagi, mereka yang menjaga ini ialah mereka yang diajarkan secara turun-temurun. Mulai dari neneknya, turun ke anaknya lalu ke cucunya. Bukan hanya pemerintah, semua elemen mesti mendukung.

"Selama ini kurang dihargai jadi memang perlu ada penghargaan agar mereka ada sebagai profesi. Bila perlu kasih mereka beasiswa," tekannya.

Senada, Haeruddin menambahkan memang kondisinya kurang diminati oleh generasi muda. Ia bahkan bingung bagaimana caranya untuk ada penerus ini.

"Saya tidak tahu mau diapakan kebudayaan kita ini, karena rata-rata mereka hanya sampai pada mahasiswa setelah itu tidak mau lagi. Jadi untuk kepentingan kampus saja," keluhnya.

Sarannya, harus ada campur tangan pemerintah. Bagaimanapun juga kalau bukan pemerintah yang tangani maka akan sulit.

Pegiat budaya yang pernah diundang khusus ke Istana Presiden mengajak generasi mudah harus turut andil. Lantaran tanpa mereka akan sulit dilestarikan. ***

Editor: Busrah Hisam A


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah