Angesong Api Ri Pasang: Ritus Pesta Besar di Desa Terasa  Sinjai

- 1 Oktober 2023, 00:10 WIB
Penyerahan Api Obor kepada Bupati Sinjai pada Porprov 2022, lalu. Api itu berasal dari api pemantik budaya Angesong Api Ri Pasang di Desa Terasa, Sinjai
Penyerahan Api Obor kepada Bupati Sinjai pada Porprov 2022, lalu. Api itu berasal dari api pemantik budaya Angesong Api Ri Pasang di Desa Terasa, Sinjai /Humas Pemkab Sinjai/

INTUISI MAKASSAR - Tradisi Api Ri Pasang di Desa Terasa, Sinjai biasanya diselenggarakan pada Oktober ini. Ritus itu kerap sebagai pemantik api sebelum pesta besar dimulai di Terasa.

Budayawan Sulsel Muhannis mengatakan Tradisi Angesong sejatinya adalah sebuah tradisi yang umum dilakukan di Tanah Konjo dan menjadi bagian dari perkembangan budaya itu sendiri.

Tetapi menjadi unik di Terasa karena dia berfungsi sosial sekaligus ritual adat yang sering dilakukan oleh warga komunitas adat Terasa. "Angesong sesungguhnya bermakna menggesek-gesekkan dua potongan bambu agar melahirkan guguran serpihan bara api untuk keperluan rumah tangga, pembukaan lahan atau pesta adat," kata Muhannis.

Caranya, dengan menggesek-gesekkan dua bilah bambu hingga panas dan melahirkan bara api. Hanya saja di Terasa, kebiasaan ini juga menjadi bagian dari kegiatan adat dalam berbagai keperluan.

Adat Api Ri Pasang sebagai tradisi Terasa memang kerap dilakukan untuk membuka lahan, lokasi Saraja atau untuk kegiatan pesta besar yang biasanya diawali oleh beberapa kegiatan antara lain penyiapan sekelompok warga untuk angesong, paddekko, pammencak dan lainnya.

Seringkali, langkah pertama yang dilakukan setelah persiapan rampung adalah dengan turunnya Raja dan penghulu adat baik laki-laki maupun perempuan dari rumah adat. Rerata, semuanya menggunakan pakaian adat dengan dipayungi diikuti oleh pembawa semua kalompoang (badik, tombak, alameng simbolengkia, batu lotong, piring kuno,anak baccing dll) yang ditempatkan dalam Bosara.

Ia menjelaskan, saat tokoh adat dan kalompoang menuruni tangga mereka langsung dijemput dengan paddekko, mancak kampong serta aklanca dan gesekan bambu angesong.

"Nah, saat ada peserta angesong mendapatkan bara api maka dia langsung menyalakan sabuk persiapannya yang selanjutnya oleh raja akan diberikan obor oleh salah satu anggota dewan adat atau Sanro (biasanya perempuan) lalu obor itu dipakai membakar tumpukan ijuk, jerami atau tumpukan lain yang diikuti oleh seluruh warga mendapatkan api," jelasnya.

Para warga menyalakan obor dengan ikatan daun kelapa atau apa saja. Setelah semua masyarakat telah membakar, semua arajang dikembalikan ke tempat semula diikuti oleh tokoh adat.

Terasa sebagai sebuah komunitas adat, kata dia, sesungguhnya telah berkembang lama karena kehadirannya telah dipertegas dalam catatan lontara lama bahwa komunitas ini berawal dari kehadiran Laremmang-remmang dari Majapahit yg membuka lahan disana.

Kehadiran rumpun Majapahit ini berdasarkan lontara Turungang, diperkuat lagi oleh Lontara La Patau 22-2-1712 yang menandakan bahwa Terasa sudah menjadi bagian Bone sejak raja Bone ketiga La Saliyu Karempelua bahkan sudah mengirimkan kayu bitti atau gofasa (viteks cofassus) untuk istana Bone milik Lapatau di Nagauleng.

Terasa juga sebagai wilayah istimewa karena seharusnya berdasarkan perjanjian Caleppa 1565 masuk wilayah Bone karena berada di sebelah utara Sungai Tangka tetapi diistimewakan untuk bergabung ke Sinjai mengingat bahwa sejak 1510, Terasa sudah bergabung dengan Lili Ri Attang Bulu era Raja Gowa ke-9 Karaeng Tumapakrisik Kallonna.

Penerima Penghargaan Sertifikat Pusat sebagai Ahli Cagar Budaya Nasional ini juga menerangkan Terasa sebagai kerajaan tua pemilik tradisi Api Ri Pasang sesungguhnya adalah hasil peleburan dari tiga wilayah Anang terdiri dari Rumbia, Pattiro dan Laha-laha.

Ajaibnya, saat serangan ke Turungang dan Manipi di bawah komandan Panglima H.A.A Nieloe, Terasa tidak dijadikan target serangan karena bagi Belanda, Terasa itu adalah Bone. Saat semua kerajaan di pegunungan Sinjai takluk kepada Belanda maka tiga kerajaannya diserahkan kepada Gowa yakni Tombolo Pao, Suka dan Balasuka dan Abadi di Gowa.

Sedangkan Terasa digabung ke Kahu Bone walau dikembalikan lagi saat penerapan sistem pemerintahan baru yakni Adatgemenschapt pada 1913. Kedudukan Terasa tetap diistimewakan dengan kepala pemerintahannya tetap bergelar Karaeng sedangkan yg lain turun satu tingkat seperti Kayutanang, Soppeng, Kampung baru, Batu dan Tajjuru bergelar Gellak.

Saat ini Terasa telah menjadi sebuah wilayah desa dengan jumlah dusun sebanyak 8 buah terdiri dari Dusun Kalelembang, Kasimpurang, Bontosunggu, Rumbia, Pattiro, Cenre, Laha-laha dan Tonrong.

Penerima Penghargaan Gubernur Sulsel sebagai Budayawan Berprestasi ini mengaku berterima kasih karena sebelumnya Porprov Sulsel mempercayakannya menelusuri sekaligus mendeskripsikan aktivitas budaya berkaitan dengan api dalam rangka penyalaan api untuk obor porprov.

"Alhamdulillah, acara pengambilan apinya telah berjalan sukses yg dilakoni oleh pemuda-pemuda Terasa sebagai pewaris tradisi ini. Obor itu lalu diarak keliling Sinjai," paparnya.

Penggiat Budaya Andi Oddang mengatakan Angesong Ri Pasang adalah bentuk tradisi yang mungkin sudah punah atau hampir punah. Dirinya sangat mendukung dan berbangga jika ritus ini terus dilestarikan.

Apalagi, sebelumnya dijadikan awal perhelatan Porprov Sulsel di Sinjai. Dia berharap budaya ini menjadi catatan penting di pemerintahan.

"Api yang dimunculkan akan menjadi Spirit atau semangat Semoga Tradisi ini, (Angesong ri Pasang) bisa dicatat dan diusulkan agar menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tahun depan," harapnya. ***

Editor: Busrah Hisam A


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah